Flores (Nusa Nipa)

Flores, nama destinasi yang sekarang lagi booming karena Komodo masuk jadi New 7 Wonder of Nature. Tak Banyak tahu bahwa sebelum orang Portugis datang ke Flores, nama pulau itu sendiri adalah Nusa Nipa, Nusa Nepa atau Pulau Ular. Kadang-kadang saya bertemu turis yang bertanya, Flores means flower, isn't it? But seems like i didn't saw so many Flower here. Ya iyalah Mister, bunganya ada di dalam laut. Bukan di atas tanah. Tapi kalau mau liat ular, kami punya banyak Mister, setidaknya waktu saya bertugas di Maumere 2 tahun lalu dan kadang-kadang liat ular kecil berjemur di jalanan antara Ende dan Maumere. Atau kalau mau liat yang lebih banyak lagi datang aja ke Istana Ular di Lembor.
Tapi itulah Flores. Banyak yang salah persepsi. Tentang banyak hal. Termasuk tentang pemerintahnya yang kadang-kadang aneh. Di satu sisi ingin pariwisatanya maju dan di sisi lain izin eksplorasi tambang di berikan. Kata anak Jakarta :Loe tau gak siih? Tambang dan pariwisata itu kagak bakal jalan bareng. Mereka itu ibarat dua kutub yang saling matiin satu sama lain. 
Atau tentang mimpi segelintir orang yang pariwisata yang menginginkan Pariwisata Flores jadi mass tourism kayak Bali. Mimpi kaleee...itu Flores bakal hancur gak lama lagi kalau kayak gitu. Jangan sampai terjadi deh...Kita perlu beberapa bintang lima. Tapi dengan izin Amdal yang ketat.

Sekedar bercerita, 10 Tahun yang lalu saya bekerja jadi assitant owner di salah satu villa di Bali. Pemilik nya sedikit 'sinting" kalau boleh di bilang. Karena dia sangat 'radikal" boleh di katakan kalau masalah lingkungan. Kebetulan saya juga adalah anggota salah satu group pecinta alam di Bali, jadi kami 'klik' atau nyambung. Di villa itu, tidak akan orang temui sprei berwarna putih. Kenapa? Karena Sprei putih itu bakal butuh banyak pemutih untuk membersihkannya. Dan Limbah pemutih itu sangat merusak air tanah. Di Villa itu jangan mimpi ada benda plastik. Tempat sampah pun kami pakai "roto" dalam bahasa manggarai, atau tempat sampah yang terbuat dari tikar pandan. Tidak ada Rinso dan kawan-kawannya. Semua pakai sabun alam organic. Memang agak mahal biaya yang di keluarkan. Tapi Tamu juga berani bayar lebih mahal untuk pelayanan 'istimewa' seperti ini. Tempat itu sangat hijau, walaupun hanya punya 4 bungalows. Tapi saya bisa narsis berbincang-bincang dengan designer terkenal dari Italy dan Prancis.

Point yang ingin saya sampaikan adalah, tidak perlu mewah, tidak perlu bertingkat 20. Tidak perlu concrete building. Dan tidak perlu besar. Malah dibawah 10 bungalows bisa jadi bahan promosi, karena artinya tempat tersebut tidak crowded. Tidak ramai. Dengan bahan local kita bisa jual Flores dengan harga tinggi. Jadi yang datang juga wisatawan dengan minat khusus. Tidak merusak lingkungan. Tentu saja backpacker tetap punya tempat. Dan bukannya menolak, tapi kalau di banding dengan cruise, yang semua barang di purchase di Bali atau Lombok. Wisatawan tidur di Kapal. Turun hanya bawa sampah. Datang ke desa kasih uang anak-anak yang mendidik mental ngemis kepada orang kulit putih. Belum lagi sekali lempar jangkarnya merusak coral seluas lapangan bola.Saya lebih memilih wisatawan dengan minat khusus tersebut. Datang dalam jumlah sedikit tapi value yang kita dapat lebih banyak.



**Foto di atas adalah proses dari kapas menjadi Benang. Foto di ambil di Watublapi, Sikka.







Komentar

  1. Wuihhhhh.... bagus ini untuk buka mata orang-orang yang senang dengan Sail Komodo 2013 e kk...

    BalasHapus
  2. Makasih Bro...comment dite bikin saya semangat tulis lagi...kong nyambung koe agu ngasang, icak Tulis yang suka menulis hehehehe...

    BalasHapus
  3. Bagus sekali ketika pariwisata dibedah dan ditelaah dari sudut pandang praktisi pariwisata dan bukan dari para birokrat. Kelihatan sekali sudut pandang yang benar2 beda. Pikiran2 seperti ini seharusnya jadi pemikiran banyak orang Flores dalam cara pandang mereka untuk membangun pariwisata lokal di daerah kita. SALUT!!!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oleh-oleh dari Ruteng