Busur Waktu

Labuan Bajo, January 18th 2018

Hampir semua orang yang kutemui selalu bilang, pikirkan dengan matang sebelum mengambil keputusan. Itu yang di dengar telinga saya yang kemudian ketika masuk telinga, kalimat itu berubah menjadi “we don’t know 5 minutes later”. Siapa tau kau mati dalam 5 menit, ambil keputusan sekarang sebelum semua terlambat. 

Butuh lebih dari 30 tahun untuk mengerti dan bereksperimen dengan konsekuensi dari pengambilan keputusan dalam waktu singkat itu. Tapi seandainya ditanya, adakah yang kamu sesali? Jawabannya tidak. Hidup selalu menawarkan tangis dan tawanya sendiri, walau kadang candaannya garing, seperti kejadian tahun 2010.
Di Maumere, saya ingat banget kejadian malam itu. Sendirian di rumah kontrakan di Maumere. Aslinya saya tinggal ber-3. 2 lagi teman kantor cowok.  Malam itu rasanya pengen banget nonton tv. Lalu saya bela-belain mengangkat kasur busa ukuran 180x200 meter ke ruang tamu. Menonton 5 menit, hujan turun, tv mati. Siaran ilang. 
Menunggu beberapa menit, tv tak kunjung nyala, kasur diangkat lagi ke kamar. Baru saja tiba di kamar, hujan agak reda, tv nyala lagi. Kasur diangkat keluar lagi. Tiba di luar tidak sampai 5 menit, hujan deras lagi, dan tv mati lagi. Kasur diangkat ke kamar lagi. Dan disitu saya merasa sedih. Eh gak ding, waktu itu kalimat begini belum ngetrend :D.
Waktu itu saya susun bantal yang rapi di kasur lalu di pukul, di tendang, di banting….karena teriak akan bikin pemilik rumah yang aslinya sudah galak jadi menggila….jadi aksi dilakukan dengan sumpah serapah tapi kecil-kecil….takut diusir, walaupun sudah bayar 2 tahun,  dan ditipu mentah mentah oleh si tante yang aduhai galaknya. Itu contoh candaan garing sang pemilik semesta. 
Back to the topik.
Akhir tahun 2014 lalu. Sekali lagi mengambil keputusan aneh bin ajaib, yang bikin mama setidaknya bertanya-tanya. Lagi asyik-asyiknya kerja dengan organisasi internasional dengan bayaran sejahtera, saya memutuskan mundur. Tanpa dipikir matang-matang. Ada cicilan bank, ada rumah yang harus diselesaikan pembangunannya, ada anak, pokoknya ada banyak hal yang mestinya jadi pertimbangan. Tapi dasar egois tingkat galaxy, resign ya resign aja. 
Kemudian saya menemukan pangeran ganteng nan kaya lalu kami hidup bahagia sepanjang masa. 
Oh tidak, itu hanya ada di sinetron dan dongeng. Atau mungkin ada di alam nyata. Tapi tidak di hidup saya.  Setahun itu…cieee, lagakku kayak kejadian itu sudah berlangsung  lama. Padahal 2015 baru bulan kemaren. Anyway busway, kehidupan di tahun 2015, setelah resign Desember 2014, seperti roller coaster. 
Jungkir balik, naik turunnya bikin jantungan. Semua kerjaan diambil.  Semua teman di kontak, baik itu buat nanya kerjaan, atau pinjam duit. Untungnya pernah bertahun-tahun punya reputasi gak nilep duit orang, jadi semua teman tak ada yang keberatan meminjamkan uang. Bayangkan 6 bulan hidup dengan cicilan 3 juta, 6 bulan sisanya cicilan 5 juta. Kalau tidak dibayar, bisa nongol ke rumah itu Debt Collector. 
Kalau ganteng sih ok, bisa bikin Hastag #sayanaksir, lah kalau serem bawa golok segala…..amit-amit. Jadilah saya pontang panting demi melunasi si cicilan itu dengan bekerja 27 jam sehari. Eh tidak ding. Itu lebay. Saya kerjanya lumayan enak, jalan-jalan ke Komodo sama WWF pake liveaboard, jalan-jalan ke Bali juga sama WWF, trus jalan-jalan ke Lembata sama Eco Flores, terus, jalan-jalan ke Larantuka lewat Bali dan Kupang sama WVI, jalan-jalan keliling Labuan Bajo dengan British Academy, terus jalan-jalan keliling Flores dari barat sampai Timur dengan Flores Homestay Networking. Pokoknya enak. Well, tidak jalan-jalan sih, jalan-jalannya sambil jadi penerjemah, bikin assessment, penelitian dll. Yang tidak enaknya adalah hampir semua uangnya dipakai buat bayar cicilan kredit membangun dan beli kendaraan. Makan, pasti ada. Ini kan masih Flores. Banyak teman.  Ada beberapa tawaran saat itu untuk survive dengan bayaran seadanya. Tapi saya menolak. walaupun saya makannya daun singkong dan ikan kering, Saya tidak mau menurunkan "harga" hanya karena saya kelaparan. Saya selalu percaya, orang butuh mundur jauh kalau mau melompat jauh. Seperti anak panah, yang harus ditarik mundur jauh, sampai kencang, baru lesatannya kencang dan jauh. Yah, mungkin pencapaiannya tidak selebay atau sehebat lompat jauh atau anak panah itu, tapi saya dapatkan apa yang saya inginkan di akhir tahun. Saya kerjakan apa yang saya impikan sejak dulu. Lalu ketika teman berkata, enak betul kau punya kerjaan e, saya Cuma bisa tersenyum sambil bilang, badainya mesti kencang men, baru langitnya biru indah….klo gak tahan badai, maen aman saja….
Happy B’day to you….. (Someone in the mirror)







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oleh-oleh dari Ruteng