Skop ulang Tahun

Hari Ulang Tahun. Pastinya hari yang hampir selalu dirayakan oleh emua umat manusia. Perayaan itu bisa dengan bersama-sama bisa juga dirayakan sendiri. Saya merayakan dengan berbagai macam cara. Bisa dengan pergi ke puncak gunung ke lautan, makan atau minum bersama teman-teman atau menjauhkan diri dari semua teman-teman dan meniup sebatang korek api di pantai, sendiri. Yang jadi perenungan adalah tentunya betapa hebatnya mama. Seorang yang dibalik pesta-pesta dan segala perayaan itu, membuat hari itu menjadi ada. Perayaan ulang tahun paling berkesan adalah perayaan uang tahun ke 19 yang jatuh tanggal 190100.

Tanggal 08 Desember 1999 saya masuk Rumah sakit. Usus buntu pecah, saya masuk RS. Dioperasi. Entah tanggal berapa saya sadar, tapi yang saya ingat waktu itu ada kak Erni di samping saya yang langsung menangis saat saya sadar. Yang lain-lain juga ikut menangis. Aneh sekali. Saya sadar dari bius dan semua orang menangis. Seharusnya mereka senang saya hidup lagi. Beberapa hari setelahnya saya lalu keluat dari RS dan beristirahat di rumahnya on Frans Lamas, seorang Jaksa sahabat Bapak di Mataram. Tanggal 28 Desember tahun itu, saya sudah agak sehat dan bisa ke gereja untuk intensi. Bapakku ulang tahun. Mencoba berkali-kali menelpon ke rumah, katanya bapak sibuk, ke kupang, ada rapat, atau ke rumah keluarga yang tidak ada telpon di rumahnya.  Lalu tahun barupun tiba, dan kami berpesta. Saya yang sudah pulih turut bergembira. Beberapa orang kelihatan berbisik-bisik. Mungkin karena saya heboh. Atau karena alasan lain yang 15 hari kemudian saya tahu alasannya. Seminggu kemudian saya diajak pulang ke Ruteng. Sempat tidak mau. Tapi dipaksa pulang. Katanya Bapak pengen melihat bekas luka operasinya Baiklah. Menumpang bus sayapun pulang ditemani keluarga. Agak aneh. Saya selalu kemana-mana sendiri. Semuanya baik-baik saja sampai tiba di Sape, tempat penyebrangan ke Flores dari Sumbawa. Beritanya tidak ada Feri. 

Keluarga yang sangat ngotot akhirnya mencarter kapal kayu dengan penumpang lain. Kami berangkat jam 2 pagi waktu itu. Iya, saya ingat dan tidak bisa melupakan hari-hari itu. Kami tiba pagi di Labuan Bajo, beristirahat sejenak dan malamnya melanjutkan perjalanan ke Ruteng. Entah bagaimana ceritanya kami tiba pagi di Ruteng dan saya sempat minta beli kompiang karena bapa suka makan kompiang (rotinya orang Ruteng) pagi-pagi. Tapi bapak yang mengantar saya pulang bilang, kompiang pasti sudah ada di rumah. Tiba di rumah, semua kelurga berkumpul dan melihat saya datang semua menangis, karena ternyata bapak yang jadi idolaku itu sudah meninggal sebulan yang lalu. Hari saat saya masuk dioperasi itulah bapak meninggal. Jadi pada saat saya intensi ke gereja di hari ulang tahunnya, orangnya sudah 20 hari meninggal dan saya sama sekali tidak tahu. Kecewa berat dan sedihnya bukan main. Kuburnya sedang disemen waktu saya ke kuburnya. Saya membenci semua keluarga yang menipu saya. Apalagi beberapa yang tanpa rasa berdosa dan tanpa memikirkan kesedihan saya dengan kejamnya bilang seandainya berita kau masuk RS tidak sampai kesini, bapa tentunya masih hidup. Itu kalimat terakhir yang saya dengar pada saat saya memutuskan pulang ke Lombok keesokan harinya. Semua bilang, tunggu hari 40 malam dulu. Saya menolak. Saya berangkat kembali ke Lombok. Seingat saya waktu itu tanggal 15 waktu kapal bersandar ke Lombok dan saya yang ngantuk melihat bapak dengan jas putih bilang, enu, pulang ke rumah. Tapi saya terlalu ngantuk untuk menanggapi dan jatuh tertidur. Saya ke kos bukan ke rumah om Frans lagi. 

Tanggal 17 Jnauari 2000 pagi, pecah kerusuhan Mataram. Gereja Mataram yang dekat kos saya di bakar masa. Teriakan-teriakan caci maki dan lain-lain, truk-truk lewat dengan orang bersorban putih masih lekat dikepala sampai hari ini. Beberapa detail tidak bisa saya ceritakan. Lalu, saya ikut mengungsi ke Batalion. Luka operasi saya yang robek, berdarah, dokter belum tiba, tapi ada dokter tentara yang saya ajarin cara menjahit luka, dia tersenyum dengan seragam tentaranya, karna saya tidak tau kalau dia dokter. J . Dan pagi itu, saya ikut antri makan pagi. Sampai saat ini masih terbayang skop nasi itu. Iya, bukan sendok nasi. Tapi Skop kecil. Skop baru dan agak kecil kalau dibanding skop kebun atau skop pencampur semen tentu saja, tapi skop. Ada ribuan orang di pengunsian dan kamu berharap pakai sendok nasi? Kamu bakal butuh banyak waktu. Ya, pada saat skop itu mampir di atas piring saya, saya coba mengingat tanggal, dan saya tersenyum waktu sadar hari itu adalah hari ulang tahunku. tanggal 19, ulang tahun saya yang ke 19. Hahahaha…setelah dioperasi, kehilangan bapak dan jadi pengungsi rupanya masih ada kejutan lagi. Skop nasi.

Makasih Skop nasi atas ucapan hari ulang tahun yang paling berkesan sejauh itu. Mungkin skop itu ingin mengajarkan sesuatu yang masih saya gali juga sampai hari ini….

Labuan Bajo 190116

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oleh-oleh dari Ruteng