Jalan-jalan tak harus kaya 3 (Sumba)

Sumba

Punya banyak teman pada saat kuliah yang berasal dari Pulau ini membuat keinginan pergi ke pulau ini sangat kuat. Melihat-lihat di internet tentang potensi wisata daerah ini juga semakin menguatkan niat ingin berkunjung ke sana. Apalagi ada Pasola dan Marapu, sebuah kepercayaan traditional yang masih banyak diikuti oleh penduduk pulau ini. Dan keinginan itu terwujud seminggu yang lalu, setelah menunda-nunda sejak tahun 2009. Ternyata untuk ke Sumba dengan budget kecil bukanlah suatu masalah. Yang diperlukan hanyalah niat baik dan keinginan. Ada banyak cara untuk ke Sumba, bisa dengan penerbangan rutin dari Kupang atau Denpasar, bisa juga dengan Feri dari Sape, Aimere dan Ende. Dari Flores, kali ini saya mengunjungi Sumba melalui jalur laut, lewat Aimere (Kab. Ngada). Perjalanan dengan Feri "Inerie"yang sangat bersih dengan shower dan western toilet dan tempat tidur yang sangat bersih. Aimere-Waingapu di tempuh hanya dengan 6 jam perjalanan.

Saya memulai perjalanan saya dari Labuan Bajo tanggal 31 July dengan menumpang mobil travel yang perjalanannya di tunda-tunda terus sampai jam 2 sore dan kami akhirnya meninggalkan Labuan Bajo dan tiba di Ruteng jam 6 sore. Karna saya harus menjemput anak saya yang berumur 7 tahun yang akan ikut dengan saya kali ini. Namun ternyata sopir tersebut menjemput kami kembali jam 11 malam dan kamipun tiba di Aimere jam 2.30 pagi karna kondisi jalan yang banyak perbaikan dimana-mana. Hal paling bodoh yang saya buat adalah, saya membayangkan Aimere seperti kota pelabuhan Labuan Bajo yang punya setidaknya beberapa penginapan dan ATM. Dan memang begitulah adanya. Memang ada penginapan yang gelap dan sedikit menakutkan dan ATM yang terkunci di malam hari. Dan kali ini ada anak umur 7 tahun bersama saya. Dan ongkos mobil yang tdai bisa saya bayar karena ATM yang terkunci membuat saya berutang ke sopir tersebut dan berjanji akan langsung di bayar setiba saya di Sumba. Ini masih Flores, jadi sopir mengiyakan.Mencoba cari peruntungan dengan menginap di pelabuhan namun tak ada alas tidur untuk anak saya. Akhirnya dengan sedikit memelas saya minta tolong sopirnya yang kebetulan org lokal untuk meminta tidur di salah satu rumah penduduk. Ternyata di sana ada rumah penduduk yang menyewakan kamar mereka dengan harga Rp.30 ribu semalam. . Cukuplah untuk tidur 2-3 jam. Dan memang benar. Kita di bangunkan dengan pintu yang di gedor jam 5 pagi. Bukan di ketuk tapi di gedor. Saya sampai terlompat dari tempat tidur berpikir mungkin ada gempa bumi atau apa. Ternyata Ibu pemilik penginapan hanya membangunkan dan menyuruh mandi dan bayar seharga Rp.50ribu sudah termasuk 2 bungkus nasi ikan karna si ibu juga berjualan nasi di pelabuhan. Masih sangat mengantuk, saya membangunkan anak saya dan tidak perlu mandi tentunya :) utk siap2 ke pelabuhan. Tiba di pelabuhan jam 6 pagi ternyata Feri berangkat jam 9 pagi. Sambil menunggu naik kapal kami mengamati orang-orang yang lalu lalang dengan penjaga gerbang pelabuhan yang super galak. Banyak babi-babi yang di angkut pakai gerobak. Ternyata di Sumba harga babi jauh lebih bagus dari di Flores. Setelah membeli tiket seharga Rp.135 ribu utk berdua tibalah saatnya kami berangkat. Tidur di cafeteria dengan tambahan biaya Rp.10 Ribu untuk kasur kamipun langsung pulas. Bahkan dengan Feri yang berisik dengan musik dengan super keraspun saya tertidur pulas sampai jam 1 siang. Tepat jam 2 siang kamipun tiba di pelabuhan Waingapu. Sumba Timur dengan topografi yang sangat datar dan savana sepanjang mata memandang, kering dan tandus adalah pemandangan yang sangat eksotis untuk orang Flores seperti saya yang terbiasa denga kontur pegunungan hijau sepanjang mata memandang. Anak saya terkagum-kagum dengan sapi donggala mereka yang berwarna putih karna di Flores kami terbiasa dengan sapi berwarna coklat tua dan coklat muda(?). Dan banyak org memelihara kuda dan kambing. Kami sempat mengunjungi Mbatakapidu, mata air dengan tebing yang bagus utk latihan rock climbing dengan air yang sangat jernih dan bersih walaupun sampah plastik bertebaran dimana-mana, (dan ini terjadi di semua destinasi di Indonesia yang pengunjungnya mayoritas orang lokal) dan Pantai Puru Kambera yang punya pasir putih yang sangat indah dan air yang sangat jernih bebas polusi serta tentunya kuburan raja Prailiu. Tapi hal yang paling membuat saya kagok adalah cara bersalaman orang Sumba, karena mereka bukan cipika cipiki seperti kita tapi mereka cium hidung dan hidung. OMG....mereka sih hidungnya mancung-mancung. Nah, saya dengan hidung pesek begini, bisa-bisa jadi ciuman bibir ini. Kalau pas yang ngganteng sih, bolehlah hahahaha.....butuh 1 minggu buat saya terbiasa. Di Puru Kambera kami nge-camp dengan beberapa teman sesama Mapala, ada Erwih Pah sahabat karib saya dari jaman kuliah dan  kami menghabiskan malam dengan minum2 dan nyanyi2. Dan saya banyak mendengar cerita tentang Pulau Sabu dari teman baru saya yang namanya Wisdom (seriously ini nama asli) tentang pulau Sabu. Dan saya sempat berpikir ini akan menjadi target next destinasi yang akan saya kunjungi. Selain ngobrol-ngobrol dengan teman lama dan kenalan baru, tidak banyak tempat juga yang saya kunjungi kali ini. Mungkin lain kali saat ada Pasola saya akan kembali. Perjalanan pulang justru menjadi highlight perjalanan kali ini. Kami tiba di pelabuhan ketika pintu Feri sudah tertutup. Ok masih ada pintu samping tapi kapal sudah lepas dari pelabuhan. Dengan sedikit memelas karna sudah ada kegiatan yang menunggu di Labuan Bajo, kami meminta untuk menarik kapal lagi ke Pelabuhan. Bersyukur awak kapal Inerie yang baik hati tidak sombong itu berbaik hati menarik kapal lagi ke pelabuhan dan kami akhirnya bisa masuk kapal dengan selamat dan kami berdua hanya di minta ongkos 50 ribu saja, walaupun kali ini kami bahkan tak dapat space utk tidur dan anak saya harus tidur di bangku cafeteria dan saya terpaksa begadang semalaman......
Sebuah perjalanan yang menyenangkan dan semoga perjalanan berikutnya ke Sabu akan terjadi....Saya pengen melihat kampung asal Patih paling Jago-nya Majapahit yang bernama Gajah Mada.....





















Komentar

  1. Kayanya jagoan Ka Ica bakalan jadi petualang juga tuh. Semoga tahun dpan bisa ke Sumba juga. Penasaran liat foto-foto nya.

    -Irfan-

    BalasHapus
  2. Makasih udah mampir...untuk ukuran anak umur 7 tahun yg nabung di botol aqua utk biaya traveling saya pikir dia akan jadi traveler sejati nanti. Bayangkan umurnya 7 tahun dan dia liburannya ke Bogor, Jakarta, Bali, Kupang, Sumba dan Flores dari Barat ke Timur......Saya waktu umur 7 tahun belum tau tampang laut seperti apa....hehehehe

    BalasHapus
  3. 😑😑😑😑 Ini kereeennnnnn sekaliiii

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Oleh-oleh dari Ruteng